The Journey Of The Soul

Tuesday, November 21, 2006

Saya Ingin seperti Ayah

Suatu hari suami saya rapat dengan beberapa rekan
bisnisnya yang kebetulan
mereka sudah mendekati usia 60 tahun dan dikaruniai
beberapa orang cucu. Di
sela-sela pembicaraan serius tentang bisnis, para
kakek yang masih aktif
itu sempat juga berbagi pengalaman tentang kehidupan
keluarga di masa senja
usia.



Suami saya yang kebetulan paling muda dan masih
mempunyai anak balita,
mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, dan
untuk itu saya merasa
berterima kasih kepada rekan-rekan bisnisnya
tersebut. Mengapa? Inilah kira-
kira kisah
mereka.

Salah satu dari mereka kebetulan akan ke Bali untuk
urusan bisnis, dan
minta tolong diatur tiket kepulangannya melalui
Surabaya karena akan
singgah ke rumah anaknya yang bekerja di sana.

Di situlah awal pembicaraan "menyimpang" dimulai. Ia
mengeluh, "Susah anak
saya ini, masak sih untuk bertemu bapaknya saja
sulitnya bukan
main." "Kalau
saya telepon dulu, pasti nanti dia akan berkata
jangan datang sekarang
karena masih banyak urusan. Lebih baik datang saja
tiba-tiba, yang penting
saya bisa
lihat cucu."

Kemudian itu ditimpali oleh rekan yang lain. "Kalau
Anda jarang bertemu
dengan anak karena beda kota, itu masih dapat
dimengerti," katanya. "Anak
saya
yang tinggal satu kota saja, harus pakai perjanjian
segala kalau ingin
bertemu."

"Saya dan istri kadang-kadang merasa begitu
kesepian, karena kedua anak
saya jarang berkunjung, paling-paling hanya
telepon."

Ada lagi yang berbagi kesedihannya, ketika ia dan
istrinya mengengok anak
laki-lakinya, yang istrinya baru melahirkan di salah
satu kota di Amerika.
Ketika sampai dan baru saja memasuki rumah anaknya,
sang anak sudah
bertanya,
"Kapan Ayah dan Ibu kembali ke Indonesia?"
"Bayangkan! Kami menempuh
perjalanan
hampir dua hari, belum sempat istirahat sudah
ditanya kapan pulang."


Apa yang digambarkan suami saya tentang mereka,
adalah rasa kegetiran dan
kesepian yang tengah melanda mereka di hari tua.
Padahal mereka adalah
para profesional yang begitu berhasil dalam
kariernya.

Suami saya bertanya, "Apakah suatu saat kita juga
akan mengalami hidup
seperti mereka?" Untuk menjawab itu, saya sodorkan
kepada suami saya sebuah
syair lagu berjudul Cat's In the Cradle karya Harry
Chapin. Beberapa
cuplikan syair tersebut saya terjemahkan secara
bebas ke dalam bahasa
Indonesia agar relevan untuk konteks Indonesia.


Serasa kemarin ketika anakku lahir dengan penuh
berkah. Aku harus siap
untuknya, sehingga sibuk aku mencari nafkah sampai
'tak ingat kapan pertama
kali ia belajar melangkah. Pun kapan ia belajar
bicara dan mulai lucu
bertingkah

Namun aku tahu betul ia pernah berkata,
"Aku akan menjadi seperti Ayah kelak"
"Ya betul aku ingin seperti Ayah kelak"

"Ayah, jam berapa nanti pulang?"
"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu
bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai
waktu indah bersama"

Ketika saat anakku ulang tahun yang kesepuluh;
Ia berkata, "Terima kasih atas hadiah bolanya Ayah,
wah ... kita bisa main bola bersama.
Ajari aku bagaimana cara melempar bola"

"Tentu saja 'Nak, tetapi jangan sekarang, Ayah
banyak pekerjaan sekarang"
Ia hanya berkata, "Oh ...."
Ia melangkah pergi, tetapi senyumnya tidak hilang,
seraya berkata, "Aku akan seperti ayahku".
"Ya, betul aku akan sepertinya"

"Ayah, jam berapa nanti pulang?"
"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu
bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai
waktu indah bersama"

Suatu saat anakku pulang ke rumah dari kuliah;
Begitu gagahnya ia, dan aku memanggilnya,
"Nak, aku bangga sekali denganmu, duduklah sebentar
dengan Ayah"

Dia menengok sebentar sambil tersenyum,
"Ayah, yang aku perlu sekarang adalah meminjam
mobil, mana kuncinya?"
"Sampai bertemu nanti Ayah, aku ada janji dengan
kawan"

"Nak, jam berapa nanti pulang?" "Aku tak tahu 'Yah,
tetapi kita akan punya
waktu bersama
nanti dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah
bersama"

Aku sudah lama pensiun, dan anakku sudah lama pergi
dari rumah;
Suatu saat aku meneleponnya.
"Aku ingin bertemu denganmu, Nak"
Ia bilang, "Tentu saja aku senang bertemu Ayah,
tetapi sekarang aku tidak ada waktu.

Ayah tahu, pekerjaanku begitu menyita waktu,
dan anak-anak sekarang sedang flu.
Tetapi senang bisa berbicara dengan Ayah,
betul aku senang mendengar suara Ayah"

Ketika ia menutup teleponnya, aku sekarang
menyadari; Dia tumbuh besar
persis seperti aku;

betul, ternyata anakku persis seperti aku.

Technorati Profile

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home